Di tanah ini adakah hidup layak dijalani:
April yang ragu, harum roti subuh hari,
laki-laki terhimpun dalam mata perempuan,
tulisan-tulisan Aeschylus, cinta pertama,
rumput-rumput di atas batu, ibu-ibu yang berlagu dengan
napas seruling, dan ketakutan penjajah pada kenangan.
Di tanah ini adakah hidup layak dijalani:
September hari terakhir, perempuan memeram aprikotnya
yang ranum setelah empat puluh tahun, matahari
sesaat di penjara, gambar awan berbentuk hewan,
sorai orang-orang pada mereka yang mati tersenyum,
ketakutan penguasa pada nada-nada.
Di tanah ini adakah hidup layak dijalani:
di tanah ini, ibu bumi pertiwi,
ibu segala awal dan akhir. Dulu ia bernama Palestina.
Sampai nanti tetap akan bernama Palestina.
Ibuku, seandainya kau memang ibuku,
aku layak dilahirkan.
Kau
Terlupa
terlupa,
seakan-akan kau tak pernah ada
terlupa
seperti kematian burung
seperti
bangkai gereja, kau terlupa
seperti
cinta yang berlalu
dan
setangkai mawar malam... terlupa
aku
adalah jalan... mereka yang telapak kakinya menapak pada telapak kakiku
mengimla
suaranya pada suaraku
mereka
yang menasarkan kalamnya menjadi hasrat dalam satu hikayah dan
sejarah
atau
membarai mereka yang datang lepas itu
bagai
jejak yang liris... dan sebuah firasat
terlupa,
seakan-akan kau tak pernah
menjadi
seseorang, atau bahasa... terlupa
aku
berjalan menjajari garis arti, aku mungkin menceritakan kisah naratif dan
biografis.
kata-kata
menataku dan aku menatanya.
aku
menjelma bentuknya dan ia menjelma metafora bebas,
tetapi
telah dikatakan apa yang ingin aku katakan.
hari
esok berlalu mendahuluiku.
aku
akan menggema bagai raja.
tak
ada tahta kecuali tepi.
dan
jalanan adalah jalan.
mungkin
masa lalu hanya mengisahkan sebuah kisah yang tak ingin dikisahkannya kepadamu.
aku
akan menyelip sebagai kenangan dan perasaan
terlupa,
seakan-akan kau tak pernah
menjadi
berita, atau jejak... terlupa
aku
adalah jalan... mereka yang langkah kakinya melangkah pada langkah kakiku
mereka
yang bermimpi seperti mimpiku
mereka
yang membaca elegi di taman asing,
di
depan rumah, bebas, melepas diri dari kemarin,
merdeka
dari kinayah dan bahasaku,
maka
ketika itu aku bersaksi: fa ashadu annani hayyun
wa
hurrun. fa ashadu
bahwa
aku hidup
dan
merdeka
ketika
aku terlupa!
War
and Peace
Perang
akan berakhir
Para
pemimpin akan berjabat tangan
Wanita
tua menunggu anaknya yang syahid
Seorang
perempuan menunggu suaminya tercinta
Anak-anak
menunggu ayahnya, pahlawannya.
Aku
tidak tahu siapa yang menjual tanah air ini,
tapi
aku tahu siapa yang membayar mahal harganya.
Mereka Mencintai Hari
Kematianku
Mereka
mencintai hari kematianku, untuk
mengatakan: dia milikku, dia milikku.
Selama
dua puluh tahun aku mendengar tapak
kaki mereka mengandap di dinding malam.
Mereka
belum membuka pintu, namun di sinilah
mereka sekarang. Aku melihat tiga dari mereka:
penyair,
pembunuh, dan pembaca buku.
Maukah
kau minum beberapa gelas anggur terlebih
dulu? Aku bertanya.
Iya,
mereka menjawab.
Kapan
kau berencana menembakku? Aku
bertanya.
Tenang
saja, mereka menjawab.
Mereka
meletakkan gelas-gelas mereka sejajar dan
mulai bernyanyi untuk orang-orang.
Aku
bertanya: Kapan kau akan mulai
membunuhku?
Sudah
selesai, mereka menjawab… kenapa kau
kirim terlebih dahulu sepatumu ke dalam jiwamu?
Supaya
bisa mengembara di muka bumi, kataku.
Dunia
hitam pekat, jadi kenapa puisi-puisimu
begitu nyala dan putih?
Sebab
hatiku pedat penuh dengan tiga puluh
lautan, aku menjawab.
Mereka
bertanya: kenapa kau suka wine Prancis?
Sebab
aku harus mencintai wanita tercantik, aku
menjawab.
Mereka bertanya: Bagaimana cara mati yang
kau
sukai?
Biru,
seperti bintang-bintang mengalir dari dalam
jendela—apakah kau mau wine lagi?
Iya,
kita akan minum, kata mereka.
Silahkan
jangan terburu-buru. Aku ingin kau
membunuhku secara perlahan, jadi aku bisa menulis puisi
terakhirku buat
istriku tersayang. Mereka tertawa,
dan tak merenggut apa-apa dariku kecuali kata-kata buat istriku.
Aku Melihat Gentayang Datang
dari Jauh
Seperti teras rumah, aku
melihat apa yang
ingin aku lihat
Aku melihat teman-temanku
merintang sore
hari membawa rantang:
Wine dan roti,
Dan berberapa novel dan
kaset…
Aku melihat camar, dan
truk tentara
mencemar pepohonan di tempat ini
Aku melihat anjing
tetangga, imigran dari
Kanada, setahun setengah yang lalu…
Aku melihat nama; Abu
Tayyib al-Mutanabbi,
musafir dari Tiberias, menuju Mesir
menunggang kuda bernada
Aku melihat rimbun mawar
Persia menjalar
memanjat pagar
Seperti teras rumah, aku
melihat apa yang
ingin aku lihat
Aku melihat pohon-pohon
merindang malam
dari dirinya, dan menimang merekayang mencintaiku dalam buaikematian
Aku melihat angin mencari
daratan
Aku melihat wanita
berjemur di dalam
dirinya
Aku melihat kafilah
nabi-nabi dari masa lalu
datang ke Yerusalem denganbertelanjang kaki
Dan aku bertanya: “Apakah
ada nabi baru
bagi abad ini?”
Seperti teras rumah, aku
melihat apa yang
ingin aku lihat
Aku melihat fotoku,
melarikan diri dari
dirinya menuju tangga berbatu,dengan selampai ibunya,
Dingin dalam angin: apa
jadinya bila aku
menjadi anak kecil lagi?
Aku kembali padamu… dan
kau kembali
padaku
Aku melihat batang zaitun
yang
menyembunyikan Zakaria
Aku melihat kata-kata
yang punah dalam
‘Lisan al-Arab’
Aku melihat orang-orang
Persia, Romawi,
Sumeria,
Dan pengungsi baru…
Aku melihat kalung wanita
Tagore miskin
tergeletak
Di bawah roda kereta
pangeran tampan…
Aku melihat burung Hudhud
yang lesu oleh
ocehan Raja
Aku melihat ke balik
Langit:
Apa yang akan terjadi…
apa yang akan
terjadi sehabis debu?
Aku melihat jasadku
ketakakutan dari jauh…
Seperti teras rumah, aku
melihat apa yang
ingin aku lihat
Aku melihat bahasaku
sehabis lusa. Cukup
sesaat singkat bagi Aeschylius untukmembuka pintu damai,
Cukup sejajar ujar bagi
Anthony untuk
memulai perang
Cukup
Tangan perempuan di
tanganku
Dan aku memeluk
kebebasanku
Dan akan aku mulai
pasang-surut dalam
tubuhku lagi
Seperti teras rumah, aku
melihat apa yang
ingin aku lihat
Aku melihat gentayang
Datang
Dari
Jauh…
Jika
Kau Bukan Hujan
Jika
kau bukan hujan, sayangku
Jadilah pohonPenuh dengan kesuburan, jadilah pohon
Dan
jika kau bukan pohon, sayangku
Jadilah batuPenuh dengan kelembapan, jadilah batu
Dan
jika kau bukan batu, sayangku
Jadilah bulanDalam tidur seseorang, jadilah bulan
(Begitu
kata wanita
kepada
jenazah anaknya)
*Puisi-puisi
ini diterjemahkan oleh Khotibul Umam dari beberapa sumber:
Why Did You Leave The Horse Alone? (Hesperus Press Limited, 1995)State of Siege (Syracuse University Press, 2002)Unfortunately, It Was Paradise: selected poems/Mahmoud Darwish (The Regents of the University of California, 2003)The Butterfly’s Burden (Copper Canyon Press, 2007)
*Saya
merekomendasikan membaca puisi-puisi di atas sambil mendengarkan satu album
musikalisasi puisi Mahmoud Darwish yang digubah oleh Le Trio Joubran. Satu
puisi di atas yang berjudul “Kau Terlupa” juga ada dalam album tersebut dengan
judul “Sur cette tere – Faraadees”. Berikut linknya
0 comments